Minggu, 25 Maret 2012

RASM AL-QUR'AN


A.   Pengertian Rasm Al- Qur’an
Rasm secara bahasa, berarti ”penulisan, ilustrasi, sketsa, penggambaran, pensifatan, dan pemberian garis’ (A. W. Munawwir, 1997 : 496-497). Dengan kata lain, rasm merupakan suatu upaya dan hasil dari pekerjaan penulisan dan pemberian tanda, ciri-ciri atau kode-kode tertentu terhadap sesuatu, sehingga ia dapat dikenali dengan mudah karena ia sudah memiliki perbedaan dengan yang lainnya.
Jika kata rasm diletakan dengan kata Al-Qur’an, maka secara bahasa, kedua kata jadian ini akan berarti sebagai upaya dan hasil kerja dari penulisan dan pemberian tanda, ciri, atau kode tertentu terhadap Al-Qur’an sehingga kitab suci ini dapat dikenali dan dibaca dengan baik dan benar.[1]  

Dengan kata lain, Rasm Al- Qur’an atau rasm utsmani atau rasm utsman adalah tata cara menuliskan Al- Qur’an yang ditetapkan pada masa Khalifah Utsman Bin ‘Affan. Istilah yang terakhir lahir bersamaan dengan lahirnya mushaf Utsman, yaitu mushaf yang ditulis panitia empat yang terdiri dari Zaid Bin Tsabit, Abdullah Bin Zubair, Sa’id Bin ‘Ash, dan Abdurrahman Bin Harits, mushaf utsman ditulis dengan kaidah- kaidah tertentu. Para ulama meringkas kaidah- kaidah itu menjadi enam istilah, yaitu:[2]
1.      Al-hadzf (membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf). Contoh, menghilangkan huruf alif pada ya’ nida’ (يا يها النا س), dari ha tanbih  ( ها نتم),  pada lafaz jalalah ( اللة ), dan dari kata na ( انجينكم ).
2.      Al- Jiyadah (penambahan). Seperti menambahkan huruf alif setelah huruf wawu atau yang mempunyai huruf jama’ ( بنوا اسرائيل ) dan menambah huruf alif setelah hamzah marsumah (hamzah yang terletak diatas tulisan wawu ( تاللة تفتؤا )
3.      Al-Hamzah, Salah satu kaidahnya bahwa apabila hamzah berharkat sukun, dituls dengan huruf ber- harkat yang sebelumnya, contoh ‘I’dzan ( ائزن ) dan ‘u’tumin”( اؤ تمن ).
4.      Badal (penggantian)Seperti alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata  الصلوة, الزكوةو الحىوة ))
5.      washal dan fashl (penyambungan dan pemisahan). Seperti kata kul yang diiringi kata ma ditulis dengan disambung( كلما )
6.      Kata yang dapat dibaca dua bunyi (suatu kata yang dapat dibaca dua bunyi, penulisannya disesuaikan dengan salah satu bunyinya. Di dalam mushaf Utsmani, penulisan kata semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif, misalnya “maliki yaumiddin ( ملك يسو م الدين). Ayat diatas boleh dibaca dengan menetapkan alif (yakni dibaca dua alif), boleh juga dengan hanya menurut bunyi harakat (yakni dibaca satu alif).

B.   Pendapat Para Ulama Mengenai Rasm Al-qur’an
Para ulama berbeda pendapat mengenai status rasm Al-qur’an (tata cara penulisan Al-qur’an), tiga pendapat misalnya sebagai berikut:
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa Rasm Utsmani untuk Al-qur’an ini bersifat tauqifi yang wajib dipakai dalam penulisan Al-qur’an, dan harus sungguh- sungguh disucikan. Mereka menisbatkan tauqifi dalam penulisan Al-qur’an ini kepada Nabi.  Ibnu mubarak mengutip dari syekhnya, Abdul Aziz Ad-Dabbagh, bahwa ia berkata para sahabat dan orang lain tidak ikut campur seujung rambutpun dalam penulisan Al-qur’an karena penulisan al-qur’an adalah tauqifi , ketentuan dari nabi. Dialah yang memerintahkan kepada mereka untuk menuliskannya dalam bentuk seperti yang dikenal sekarang, dengan menambah alif atau menguranginya karena ada rahasia- rahasia yang tidak dapat terjangkau oleh akal. Itulah sebab satu rahasia Allah yang diberikan kepada kitab-Nya yang mulia, yang tidak ia berikan kepada kitab- kitab samawi lainnya. Sebagai mana susunan Al-qur’an adalah mu’jizat, maka penulisannya pun mu’jizat.[3]
1.      Banyak ulama berpendapat bahwa bahwa rasm utsmani bukan tauqifi dari nabi, melainkan hanya merupakan suatu cara penulisan yang disetujui utsman dan diterima umat dengan baik, sehingga menjadi suatu keharusan yang wajib dijadikan pegangan, dan tidak boleh dilanggar.banyak ulama terkemuka yang menyatakan perlunya konsistensi menggunakan rasm ustmani. Ketika Asyhab bercerita tentang penulisan Al-Qur’an , apakah perlu menulisnya seperti yang dipakai banyak orang sekarang? Malik menjawab,
لا,اراى دلك ولكن يكتب على الكتابةالاؤلى 
Artinya:
Saya tidak berpendapat demikian, seseorang hendaklah menulisnya sesuai dengan tulisan pertama.
2.      Sebagian ulama lain berpendapat, bahwa rasm utsmani itu hanyalah sebuah istilah, metode, dan tidaklah mengapa berbeda dengannya, jika orang telah menggunakan satu model rasm itu menjadi tersiar luas diantara mereka. Dalam hal ini, Al-Qadhi Abu Bakar Al-Baqilani mengatakan bahwa, mengenai tulisan, sedikitpun Allah tidak mewajibkan kepada umat. Karena tidak ada di dalam nas-nas Al-Qur’an mengatakan bahwa rasm dan dhabit Al-Qur’an hanya dibenarkan dengan cara tertentu dan ketetapan tertenrtu, tidak juga di dalam sunah yang mewajibkan dan menunjukan hal demikian.

Rasm utsmani adalah rasm (bentuk ragam tulis) yang telah diakui dan diwarisi oleh umat islam sejak masa Ustman. Dan pemeliharaan rasm ustmani merupakan jaminan kuat bagi penjagaan Al-Qur’an dari perubahan dan penggantian huruf-hurufnya. Seandainya diperbolehkan menuliskan menurut istilah imla’ disetiap masa, maka hal ini akan mengakibatkan perubahan mushaf dari masa ke masa.


[1] Dr. Zulhendi, M. Ag, Ulumul Qur’an 1 (Pisangan Ciputat: Quantum Press, 2003), h. 38
[2] Rosihon Anwar, Ulumul Al- Qur’an, Bandung:CV. Pustaka Setia, 2000, h.48- 49.
[3] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Jakarta:Pusataka Al-Kautsar,   2006), h. 183

Tidak ada komentar:

Posting Komentar