Rabu, 21 Maret 2012

HTI: Menaikkan Harga BBM adalah Liberalisasi Sektor Hilir "Republika"


Rabu, 21 Maret 2012 20:07 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) secara tegas menolak rencana kenaikan harga BBM. Hal tersebut sama dengan langkah lanjutan meliberalisasi sektor hilir minyak dan gas (migas) Indonesia. Sebab, pemerintah telah sukses meliberalisasi migas di sektor hulu.



Juru Bicara HTI, Muhammad Ismail Yusanto, mengatakan liberalisasi migas di sektor hulu sudah berjalan sempurna. Semua berlangsung sejak disahkannya Undang-Undang Migas Nomor 22/2001. Isinya menyebutkan usaha hulu dan hilir migas dapat dilakukan oleh BUMN, BUMD, BUMS, dan koperasi.

Pernyataan ini, kata Ismail, sekilas bermasalah. Di dalamnya terkandung perubahan fundamental, di mana Pertamina yang awalnya berkuasa penuh atas migas duduk sama rata dengan perusahaan swasta dan asing.

"Dulu, perusahaan asing dan swasta yang mau mengelola migas harus berhadapan dengan Pertamina. Sekarang, Pertamina dan mereka sama-sama mengikuti tender dan Pertamina lebih banyak kalah," kata Ismail kepada Republika dalam diskusi di Wisma Antara Jakarta, Rabu (21/3).

Beberapa fakta dipaparkan HTI terkait kebohongan publik yang diciptakan pemerintah untuk memuluskan misi menaikkan harga BBM. Pertama, alasan menaikkan BBM karena naiknya harga minyak dunia. Meskipun faktanya harga dunia naik di atas asumsi APBN 90 dolar AS per barel, namun biaya ekslpoitasi minyak di Indonesia sesungguhnya hanya 10 dolar AS per barel. Harga Rp 4.500 per liter yang dilemparkan kepada rakyat tersebut dinilai masih pantas.

Kedua, alasan mengurangi keborosan pemakaian BBM oleh masyarakat. Data dunia menunjukkan konsumsi BBM Indonesia ada di posisi 116, bahkan di bawah negara Afrika, seperti Libya dan Botswana. Ketiga, alasan BBM dinikmati orang kaya. Faktanya, kata Ismail, kapasitas kendaraan roda empat milik orang kaya yang menikmati premium itu hanya lima persen. Dari 53,4 juta kendaraan di Indonesia, 82 persennya adalah roda dua (sepeda motor).

Porsi motor sekitar 48 persen, sedangkan sisanya (52 persen) adalah mobil plat hitam. Namun, kata Ismail, tak semua mobil plat hitam itu milik orang kaya. Banyak mobil tua milik masyarakat menengah ke bawah. "Itu artinya, 50 persen BBM tetap dikonsumsi oleh rakyat miskin!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar