Rabu, 21 Maret 2012

JALANKU


“Semilir Kehidupan”
Sebuah keluarga yang  dari luar terlihat sebuah keluarga yang harmonis. Riny, seorang mahasiswi disebuah perguruan tinggi di kota Padang, ayahnya sering dipanggil bpk. Kudri dan ibunya, bu Sity, serta seorang adik bernama Riry. Jika melihat sosok Riny, ia berwatakkan seorang yang amat tenang, dengan wajah yang sederhana, IQ standar, dan sifatnya agak pendiam. Sedikit berbeda dengan Riry, yang pintar dan sedikit cerewet serta aktif.
 “Kamu lihat adikmu Rin, di sekolahnya ia bisa masuk lokal unggul, nilainya selalu tinggi, dan selalu dapat juara”, pak Kudri memulai pembicaraan. Riny hanya terdiam mendengarkan ayahnya bicara, serta ibu Sity juga diam sambil memandang kearah Riny. 
“Bahkan, ia mendapatkan undangan kuliah dari gurunya”. Pak Kudri melanjutkan. Sementara itu, Riry tersenyum senang mendengar pujian dari ayahnya. Secara tidak langsung, sebenarnya terdapat perbedaan sikap dan cara bicara pak Kudri terhadap keduanya.
“Itu bukan undangan kuliah dari gurunya Yah, tapi informasi untuk melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi serta ada tawaran bea siswa yang datang kesekolahnya, itupun harus diseleksi dulu Ayah”, Riny menanggapi perkataan ayahnya.
“Sama saja, yang pasti ada peluangnya, itu karena dia bagus kan?” ungkap ayahnya lagi. Memang, Riny dulunya sekolah di sebuah SMA yang mempunyai kualitas biasa, bukan sekolah ternama, serta sarana dan prasarana yang tidak lengkap, tidak seperti sekolah yang ditempati adiknya.

Ketika Riny SMA dulu, ia masih awam dengan informasi perkuliahan, guruya hanya sedikit, bahkan dapat dikatakan tidak ada memberikan informasi untuk melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi, apalagi soal bea siswa. Sekolanya yang tidak ternama juga menghambat pihak-pihak berkepentingan menawarkan informasi ke sekolah tersebut, serta informasi melalui media internet juga boleh dikatakan masih jarang. Jauh bebeda dengan sekolah Riry, gurunya gencar mencari informasi untuk kepentingan siswanya, dan menyampaikannya kepada siswa.
“Ini saja Riry disuruh mengurus surat-surat yang akan di serahkan untuk mendapatkan bea siswa di Perguruan Tinggi tempat ia kuliah besok, itu tandanya ia berprestasi, sejak SD, sampai sekarang ia selalu juara, sedangkan kamu, semua biaya dari orang tua, tidak ada yang bisa kamu lakukan”, ucap ayahnya pada Riny.
Lagi-lagi Riny hanya diam yang  ada hanya kesedihan dalam hatinya, “mengapa aku masuk sekolah yang tidak memiliki kualitas bagus dulu, kalau saja dulu aku masuk sekolah bagus, mungkin ketika akan masuk kuliah, aku tidak akan kebingungan, juga mungkin bisa masuk kuliah dengan mendapatkan bea siswa, IQ ku juga tidak terlalu buruk. Bahkan untuk mengisi PMDK, melanjutkan pendidikan  saja, dulu aku tidak tau informasinya, apa benar aku terlalu buruk dalam segala hal?”, sesal Riny dalam hatinya.
Tidak hanya sekali ini, bahkan sering kali mereka dibanding-bandingkan oleh ayahnya. Riny sudah merasa kenyang dengan ucapan-ucapan perbandingan antara ia dan adiknya.
***
Keesokan harinya, “Ma, apa yang salah pada Riny Ma?” Tanya Riny pada mamanya.
“Kenapa nak? Kok kamu nanya seperti itu?”.
“kenapa Riny selalu dibanding-bandingkan sama Riry? Apa Riny terlalu buruk dalam segala hal Ma, apa semua ini salah Riny?”, Riny melanjutkan perkataan dengan iringan tetesan air matanya.
“Tidak nak, tidak ada yang membandingkan kamu, kamu dan Riry sama dimata kami”,  jawab bu Sity meyakinkan anaknya.
“Kalau sama, kenapa ayah selalu membanggakan Riry di depan Riny Ma? Seolah-olah apa yang Riny lakukan dan apa yang Riny jalani adalah salah di mata ayah. Sampai kapan batin Riny harus menahan ini semua, kalau bukan salah Riny, terus, salah siapa Ma? Apa Riny harus menyalahkan Tuhan yang menciptakan semua ini atas kehendak-Nya, yang menciptakan manusia berbeda-beda, dan menetapkan jalan masing-masing orang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya Ma?”, dengan terbata-bata, Riny meluapkan perasaannya.
“Itu perasaan kamu saja Rin, Mama dan Ayah selalu mendukungmu, ini jalan Tuhan untukmu nak”, air mata bu Sity juga ikut menetes mendengar ucapan anaknya, dan ia peluk tubuh Riny, karena beliau juga merasakan perbedaan sikap suaminya terhadap kedua anaknya.
nggak’ Ma, sejak dulu Riny selalu diperlakukan seperti ini, Mama bilang ini perasaan riny saja”, sangkal Riny.
“Apa Ayah menyesal punya anak seperti Riny Ma? Bisanya hanya menyusahkan saja” Tanya Riny lagi.
Belum sempat bu Sity menjawab pertanyaan Riny, “Mama juga menyesal punya anak seperti Riny Ma?” lanjutnya.
“Tidak nak, kami tidak pernah menyesal”, bu Sity mencoba menenangkan Riny.
 “Ketika Riny tamat SMP dulu, Rini disuruh masuk sekolah yang dekat, biayanya murah, sarana dan prasarananya tidak lengkap, boleh dibilang sekolah yang teramat sangat sederhana, Ayah bilang, untuk apa masuk SMA yang mahal, toh hasilnya juga akan sama. Giliran Riry yang tamat SMP, ayah berusaha sekeras mungkin memasukkan Riry kesekolah yang paling bagus, biar mahal sekalipun, itu hanya sebagian kecil contoh Ma”, kenang Riny.
Bu Sity tidak dapat berkata lagi, ia hanya sedih dan menangis mendengar keluhan anak sulungnya, yang selama ini hanya memendam segalanya, tanpa pernah mengungkapkan kekecewaannya terhadap perlakuan ayahnya. “Itu tidak benar nak, ayahmu sayang sama kamu, beliau ingin kamu berhasil nak” bu Sity mencoba meyakinkan Riny, agar ia tidak sedih lagi.
“Kalau begitu, apapun yang terjadi esok hari, itu adalah jalan Tuhan ya Ma?” Tanya Riny lagi.
***
Pada malam harinya, Riny terbangun, ia melihat kearah dinding, pada jam  dinding berwarna merah dengan gambar bunga, terlihat jarum jam  menunjukkan pukul 12.48 WIB. Ia bangun dan langsung mengambil wudu’, kemudian melaksanakan shalat Tahajud. Setelah shalat, ia kembali ingat kejadian tadi siang, yang hanya ia pendam selama ini. Air matanya kembali menetes.
“Ya Allah, hamba mohon ampunan-Mu, jika apa yang hamba lakukan dan hamba ucapkan selama ini salah, hamba telah meragukan kuasa-Mu ya Allah, apa dibalik rencana-Mu ya Rabb? Haruskah hamba pergi dari keluarga ini dan mencari kehidupan sendiri, biar hamba tidak menyusahkan orang tua hamba, biar hamba tidak lagi merasa sedih dan merasa diremehkan? Ya Allah beri hamba petunjuk, jika ini baik menurut-Mu, mudahkanlah ya Allah,,,,”
***
Akhirnya…………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar